Sistem produksi merupakan sistem
yang pengoperasiannya merujuk pada preskripsi teknologi. Preskripsi teknologi
yang difungsikan di sistem produksi menentukan polalaku sistem produksi,
sedangkan polalaku sistem produksi tersebut mempolakan akibat dari proses
induatrialisasi. Sistem produksi merupakan bidang selang (interface) dimana
disatu sisi pertimbangan dan pemikiran ekonomi dan teknologi langsung
berinteraksi, disisi lain terjadi interaksi langsung terjadi sistem teknologi
dengan sumberdaya alam (Sasmojo, 1995: 1-2).
Perkembangan teknologi mengandung
pengertian adanya kenaikan dalam efesiensi teknis, yang dapat didefinisikan
sebagai kemampuan memproduksi lebih banyakoutput dengan jumlahinput yang sama
atau memproduksi kwantitasoutput denganinput yang lebih sedikit. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa secara umum perkembangan teknologi akan
mengakibatkan peningkatan produktivitas tenaga kerja, produktivitas modal,
maupun produktivitas total (Mutis, 1994: 79). Pengalaman di negara-negara
industri menunjukan bahwa sains dan teknologi merupakan sumber utama dan faktor
penggerak
alam pembangunan ekonomi, khususnya dari sudut
pertumbuhan dengan tolok ukur hasil produksi perkapita. Pertumbuhan ekonomi
berkaitan langsung dengan kenaikan produktivitas dan kenaikan produktivitas
sangat dipengaruhi oleh tingkat perubahan teknologi
Implementasi teknologi pada sistem
produksi di negara berkembang mengarah kepada dualisme ekonomi, yaitu
menggunakan sektor modern dan padat modal (capital- intensive) yang efisien
disatu sisi, dan di sisi lain menggunakan sektor tradisional dan padat
karya(labor-intensive) yang tidak efisien. Kombinasi dan interaksi antara kedua
faktor dinamika tersebut membawa dampak yang luas terhadap seluruh kegiatan
ekonomi masyarakat. Pengalaman menunjukan bahwa metode sistem produksi dan
transpalasi proses dari negara-negara maju tidak selalu mengalami keberhasilan
baik dalam peningkatan produktivitas maupun penyebaran keuntungan (benefit) ke
semua kelas sosial (Saeed, 1994: 135-139).
Ø Kebijakan
Pengembangan Teknologi
Dalam hubungannya dengan masyarakat,
teknologi haruslah difungsikan dalam hubungan informasi dan landasan
pengetahuan yang didasarkan pada pengaturan keputuan yang menyangkut peran sistem
organisasi sosial masyarakat formal dan informal. Jadi teknologi haruslah
dilihat sebagai pelibatan proses teknik dan manajerial dalam pemilihan
input (dari) dan output (ke) sistem lingkungan serta
penciptaan throughput organisasi dan
aplikasinya untuk mengatasi kekacauan, memelihara
persatuan, dan menggerakkan
pertumbuhan (Rifkin,1981, dikutip oleh
Saeed,1994:139).
Pemfungsian teknologi menyangkut
peranan aktor dari beberapa sistem terkait dan saling berinteraksi yaitu :1)
sistem politik,2) sistem ekonomi,3) sistem produksi, dan4) sistem sumber daya.
Sistem politik menentukan aturan pelaksanaan yang mengendalikan sistem ekonomi.
Sistem ekonomi pada gilirannya menciptakan lingkungan dimana sistem produksi
beroperasi. Input materialuntuk produksi di dapatkan dari sistem sumber daya
yang keberlanjutannya ditentukan oleh batas ketersediaan sumber daya tersebut.
Pemilihan dan manajemen teknologi harus terintegrasi
dengan fungsi-fungsi yang
relevan dari sistem-sistem tersebut yang didalamnya
termasuk (Saeed, 1990:141) :
a. Penciptaan sistem insentif oleh pemerintah yang
menentukan pilihan teknologi
yang menuju pada pemilihan material yang cocok dari
lingkungan setempat.
b.. Alokasi sumber daya (oleh pemerintah) antara
aktivitas ekonomi dan instrumen kontrol untuk memaksimalisasi kesejahteraan dan
sekaligus mengatasi konflik politik.
c. Transformasi sumber daya yang efisien
kedalamthroughput (barang, jasa, energi)
dengan pilihan teknologi yangsmooth dan trouble-free
adoption.
d. Distribusi pendapatan yang wajar melalui transaksi
yang terjadi antar aktor
ekonomi yang ada pada sistem serta regenerasi limbah
di sistem lingkungan.
Ada empat persyaratan fundamental
yang harus dipenuhi oleh sebuah kebijaksanaan teknologi untuk memberikan
fasilitas bagi perbaikan dalam masyarakat. Empat persyaratan tersebut adalah
bahwa pilihan teknologi haruslah sebagai berikut (Saeed,1990:141-142) :
a. Mempunyai
efek meningkatkan sebisa mungkin produk barang dan jasa yang tersedia bagi
masyarakatnya tanpa adanya diskriminasi pada jenis potensi alam yang ada.
b.
b. Menyebabkan sedikit mungkin kontrol pemerintah
sehingga pertambahan produk
dapat dikonsumsi tanpa berlipatgandanya instrumen
kontrol .
c. Tidak membatasi keuntungan dari naiknya produksi
pada kelompok kecil
masyarakat tetapi harus disebarkan keseluruh bagian
masyarakat.
d. Memiliki metode produksi baru yang efisien yang
bersifattrouble-free
implementation, sehingga sehingga tidak ditinggalkan
oleh organisasi yang
berhubungan dengan masalah yang timbul.
Menurut teori ekonomi internasional
maka suatu negara hendaknya mengkhususkan diri pada produksi dan ekspor
barang-barang dimana negara ini mempunyai keunggulan komperatif (comperative
advantage) dan mengimpor barang-barang yang dalam negara ini mempunyai
kelemahan komperatif (comperative disadvantage). Keunggulan komperatif artinya
dapat dihasilkandengan biaya yang relatif lebih rendah dan kelemahan komperatif
artinya hanya dapat dihasilkan dengan biaya yang relatif tinggi. Dengan kata
lain suatu negara mempunyai keunggulan komperatif di kegiatan-kegiatan ekonomi
adalah yang banyak menggunakan faktor-faktor produksi yang relatif lebih banyak
terdapat di negara tersebut dari pada negara-negara yang merupakan mitra
dagangnya (Wie, 1997: 193-194).
Indonesia sebagai negara berkembang
dengan tenaga kerja yang melimpah mempunyai keunggulan komperatif dalam
industri-industri padat karya, karena tenaga kerja ini relatif murah
dibandingkan negara-negara yang mempunyai kelangkaan tenaga kerja seperti
Jepang, Korea Selatan, dan Singapura. Konsep keunggulan komperatif ini dikritik
karena dianggap kurang relevan bagi perkembangan ekonomi Indonesia di
tahun-tahun mendatang. Hal ini disebabkan pada umumnya industri padat karya ini
adalah industri-
industri yangfootloose, artinya mudah dapat
memindahkan lokasinya ke negara lain. Berbahaya sekali jika suatu negara terus
menerus mengandalkan diri pada industri berkeunggulan komperatif karena
persaingan yang makin tajam dari negara-negara dengan tenaga kerja yang lebih
murah seperti RRC, Vietnam, India, dan Bangladesh.
Konsep keunggulan komperatif
sekarang diganti dengan konsep keunggulan kompetitif yang memperhitungkan semua
faktor pokok yang mempengaruhi daya saing pada sistem produksi. Perusahaan yang
beroperasi dalam pasaran domestik yang sangat kompetitif mempunyai peluang yang
jauh lebih besar untuk berkembang menjadi perusahaan dengan daya saing
internasional yang tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang menikmati
proteksi yang tinggi dan hanya dapat bertahan dengan subsidi yang tinggi
(Porter, 1990). Persaingan di dalam dan luar negeri akan lebih dapat lebih baik
lagi dihadapi oleh perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan (sustainable competitive advantage) yaitu perusahaan yang
memiliki industri teknologi.
Keunggulan kompetitif sangat
menekankan produksi barang-barang terdiferensiasi (diferentiated product) yang
bermutu tinggi dan mempunyai ciri khas yang sesuai dengan selera konsumen serta
mampu memberikan jasa purna jual yang efisien. Keunggulan kompetitif ini
bersifat padat modal dan menerapkan teknologi tinggi. Fokus yang berlebihan
pada produksi barang padat modal dan teknologi tinggi ini dapat membenarkan
pengeluaran- pengeluaran pemerintah yang terlalu boros serta proteksi terhadap kegiatan-kegiatan
ini. Bagi negara-negara berkembang, tindakan-tindakan tersebut mendorong
perkembangan industri- industri secara prematur karena belum sesuai dengan
keunggulan komperatif yang dimiliki (Wie,1997:196-198). Keberhasilan suatu
negara untuk mengadakan perbaikan transformasi struktur industri dimungkinkan
oleh pengembangan dan perbaikan dalam landasan sumber daya (resources base)
yang efektif, efisien, dan bertahap.
Hal-hal Pokok yang perlu menjadi perhatian dalam
konteks pengembangan teknolo
gi dalam pembangunan nasional adalah sebagai berikut
(Noviandi, 2009) :
1. Konsepsi Dasar Teknologi dalam
Pembangunan
Pembangunan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek) pada hakekatnya ditujukan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat bahwa faktor kemampuan teknologi
(technological capability) dalam arti yang seluas-luasnya merupakan suatu
faktor yang sangat penting dalam menentukan kinerja ekspor hasil-hasil industri
suatu negara. Dengan demikian maka kinerja ekspor suatu perusahaan manufaktur
atau suatu negara bukan saja tergantung dari biaya komparatif faktor-faktor
produksi yang dipekerjakan, akan tetapi juga pada kemampuan. teknologi
perusahaan tersebut dan kemampuan teknologi negara tersebut
2. Fakta-Fakta Posisi daya saing
bangsa Indonesia di tengah-tengah bangsa di dunia sangat lemah. Posisi
Indonesia dalam World Economic Forum 2003 menduduki peringkat ke-72 dari 103
negara, dibawah Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina. Sedangkan pada
tahun 2004 peringkat daya saing Indonesia berada pada posisi ke-69 dari 104
negara. Peringkat tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan negara
tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Pada tahun 2005, berdasarkan publikasi
resmi WEF, posisi Indonesia pada peringkat ke-74 dari 117 negara. Sedangkan
pada tahun 2006 peringkat daya saing meningkat tajam ke urutan 50 dari 125
negara. Berdasarkan Global Competitivenes Index (GCI) yang dihasilkan oleh WEF
tahun 2007, posisi daya saing Indonesia adalah pada urutan ke 54 dari 131
negara yang diteliti Pilar-pilar yang menunjukkan kelemahan daya saing
Indonesia antara lain meliputi kinerja infrastruktur, stabilitas makro ekonomi,
kesehatan dan pendidikan dasar, serta kesiapan teknologi. Kinerja infrastruktur
Indonesia secara umum berada pada peringkat 91 dengan skor 2,74. Semua komponen
atau variabel infrastruktur yang digunakan pada perhitungan daya saing ini
untuk Indonesia menunjukkan rangking diatas 80 atau nilai skor dibawah 3 dari
skala 7. Pilar kesiapan teknologi juga merupakan pilar yang menunjukkan
kelemahan dari daya saing Indonesia. Pilar ini menempati urutan ke 75 dengan
skor 2.99. Variabel yang paling lemah pada pilar ini adalah varibel jumlah
pengguna komputer dan internet yang masih rendah. Demikian pula dengan tingkat
absorsi teknologi pada level perusahaan yang kurang cepat mengikuti
perkembangan teknologi teknologi baru.
3. Permasalahan yang dihadapi dalam
Peningkatan Kemampuan Teknologi
Pada Tingkat Industri
Kelemahan dalam aspek pengembabangan
teknologi secara umum antara lain : Kekurangmampuan perusahaan-perusahaan
manufaktur untuk mencari, mengidentifikasi, memilih, dan melakukan negosiasi
dengan calon penjual teknologi untuk memperoleh (membeli) teknologi terbaik
dengan harga yang paling murah. Akibat kekurangmampu menyesuaikan, memperbaiki,
atau meningkatkan teknologi mereka, jika keadaan di pasaran dalam negeri telah
berubah atau jika kemajuan teknologi di luar negeri menghadapkan
perusahaan-perusahaan manufaktur ini dengan per- saingan yang lebih tajam di
pasaran ekspor mereka. Konsekuensi dari dinamika teknologi yang kurang memadai
ini adalah bahwa perusahaan- perusahaan manufaktur ini menjadi terpaku pada
kegiatan-kegiatan yang hanya menghasilkan nilai tambah yang rendah, sehingga mereka
makin terbelakang dengan perusahaan-perusahaan yang lebih dinamis yang lebih
mampu untuk mengikuti perkembangan kemajuan teknologi. Seperti (di
negara-negara berkembang lainnya, maka masalah yang dihadapi Indonesia adalah
sampai seberapa jauh teknologi harus diperoleh dari luar negeri atau harus
dikembangkan sendinkremental secara berkesinambungan baik dalam desain dan
kinerja produk (product technology) maupun dalam teknologi proses produksi
(process technology).
Kemampuan pemasaran (marketing
capabilities) adalah pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk
mengumpulkan informasi yang memadai mengenai pola permintaan, dalam maupun luar
negeri, maupun untuk menciptakan saluran distribusi dan
jasa-jasa konsumen (termasuk jasa purnajual) yang efisien
dan efektif.
Kemampuan menciptakan kaitan
(linkage capabilities) mengacu pada pengetahuan, keterampilan dan kemampuan
organisatoris diperlukan untuk memperlancar arus informasi dan teknologi:(a).
Antara berbagai bagian perusahaan-perusahaan itu sendiri (intra-firm linkages),
misalnya antara bagian pemasaran, bagian desain, dan bagian produksi perusahaan
tersebut;(b). Antara ber-bagai perusahaan manufaktur (inter-firm linkages),
misalnya antara perusahaan perakit dan perusahaan subkontraktor yang memasok
komponen untuk perusahaan perakit;(c). Antara perusahaan manufaktur tersebut
dan prasarana ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) domestik yang terdapat di
negara tersebut (domestic science and technology infrastructure).
Kemampuan perubahan besar (major
change capabilities) mengacu pada pengetahuan dan keterampilan yang terdapat
pada per-usahaan tersebut untuk mengadakan terobosan besar atau menciptakan
teknologi baru, baik teknologi proses maupun teknologi produk
5. Area Strategi Pengembangan Kemampuan
Teknologi
Pada dasarnya ada beberapa cara atau
saluran yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kemampuan teknologi di
Indonesia, yaitu :
Penanaman modal asing (PMA) langsung (direct foreign
investment) di Indonesia, baik dalam bentuk anak perusahaan yang dimiliki dan
dikendalikan sepenuhnya oleh prinsipal (fully-owned subsidiary) atau usaha
patungan dengan perusahaan lokal. Melalui. PMA langsung ini teknologi asing
dapat dialihkan secara cepat dan lancar ke Indonesia, khususnya informasi dan
sarana. teknologi. asing. Akan tetapi alih teknologi melalui PMA ini belum
tentu dapat menjamin alih pengertian dan pemahaman mengenai teknologi asing
ini. Lagipula, kenyataan bahwa di kebanyakan proyek PMA ini pihak prinsipal
(mitra asing) memegang kendali manajemen (management control) kurang mendorong
pengembangan kemampuan teknologi lokal.
Persetujuan Lisensi Teknis
(technical licensing agreement) juga memungkinkan alih teknologi secara cepat
disertai pengendalian ketat oleh pihak prinsipal. Lagipula, setelah persetujuan
lisensi ini tidak berlaku lagi, maka pihak pembeli lisensi (licensee), yaitu
perusahaan Indonesia, dapat melakukan sendiri penyesuaian dan modifikasi dalam
teknologi yang dibeli. Di lain pihak masalah yang dihadapi pihak pembeli dengan
persetujuan lisensi ini adalah untuk menyerap secara memadai dan untuk
mengikuti ke-majuan yang terjadi dengan teknologi tersebut di negara-negara
maju.
Proyek ‘putar kunci’ (turnkey
project) juga memungkinkan alih teknologi secara cepat. Akan tetapi karena
dalam proyekturnkey ini tenaga asing sepenuhnya bertanggung jawab atas segala
kegiatan yang bertalian dengan pernbangunan (konstruksi) dan permulaan
(start-up) proyek ini, maka proyek ‘turnkey’ ini ibarat suatu ‘kotak hitam’
(black box) yang pada umumnya tidak dapat dipahami atau dimengerti pihak
pembeli (Indonesia), kecuali jika dilakukan usaha khusus untuk mengikutsertakan
tenaga Indonesia dalam penyusunan desain proyek ini. Hal ini telah dilakukan
secara berhasil oleh perusahaan-perusahaan Korea Selatan.
Dengan cara partisipasi ini,
makatenaga Indonesia bisa memperoleh pengertian yang lebih mendalam mengenai
mekanisme proyek ini. Pembelian barang-barang modal merupakan cara lain untuk
memperoleh teknologi baru yang tertuang dalam bentuk alat-alat produksi baru
(embodied technology), apalagi jika barang-barang modal ini dapat dimanfaatkan
sebagai model untuk ‘rekayasa terbalik’ (reverse engineering). Melalui
upaya’rekayasa terbalik’ ini perusahaan-perusahaan manufaktur Indonesia
kemudian dapat membuat sendiri barang-barang modal ini. Lagipula, pembelian
barang-barang modal ini pada umumnya tidak disertai biaya transaksi tinggi yang
harus dikeluarkan dalam hal PMA dan persetujuan lisensi ini. Cara ‘rekayasa
terbalik’ ini telah di-lakukan secara berhasil oleh perusahaan-perusahaan Korea
untuk menguasai teknologi baru.
Pembelian bantuan teknis juga dapat
mengisi kekurangan dalam informasi dan pengertian tentang teknologi asing yang
dapat melengkapi kemampuan Indonesia dalam bidang produksi, investasi, dan
inovasi. Keuntungan dari bantuan teknis ini adalah bahwa cara alih teknologi
ini adalah lebih murah, mudah, dan cepat untuk menguasai teknologi asing
daripada upaya untuk melakukan segalanya sendiri. Di lain pihak bantuan teknis
ini oleh tenaga ahli asing dapat memperkuat kecenderungan perusahaan manufaktur
untuk terus mengandalkan diri pada jasa-jasa tenaga asing tanpa melakukan upaya
teknologi sendiri yang memadai untuk memperkuat kemampuan teknologi perusahaan
tersebut. Original equipment manufacturing (OEM). Pada tahap industrialisasi
ekspor yang lebih lanjut, seperti yang kini sedang dilalui Malaysia, Thailand,
dan sampai suatu tingkat tertentu juga Indonesia, suatu mekanisme yang sering
digunakan untuk memperoleh teknologi baru adalah dengan caraoriginal equipment
manufacturing (OEM). Dengan mekanisme OEM ini suatu perusahaan tertentu di
negara berkembang membuat produk-produk tertentu menurut perincian khusus yang
ditetapkan perusahaan asing yang membeli produk tersebut.
Ø PENUTUP
Pengembangan Kemampuan Teknologi Nasional dalam
kerangka peningkatan daya saing nasional harus sejalan dengan selaras dengan
arah pengembangan dan orientasi pembangunan ekonomi nasional. Peran dan
kontribusi teknologi dalam peningkatan daya saing nasional perlu dirumuskan
dengan menajamkan target-target pencapaian peningkatan kemampuan teknologi
nasional yang lebih terukur. Kebijakan pengembangan kemampuan nasional
selayaknya memperhatikan faktor – faktor penentu tingkat pengembangan kemampuan
teknologi nasional seperti perilaku permintaan teknologi dan pasokan teknologi.
Campur tangan pemerintah dalam upaya pengembangan kemampuan teknologi perlu
dilakukan dengan hati-hati dengan mengindahkah pengalaman negara-negara
berkembang lainnya yang pemah mengalami ‘kegagalan pemerintah‘ dalam
pengembangan teknologi.Bisa juga anda liat pelajaran lain Klik di sini
0 comments
Posting Komentar